Matamu adalah telaga.
Kala menatapnya, rindu berteriak,
dengungnya akan terasa;
menghujamkan dada dengan kesedihan.
Tiba-tiba aku di udara.
Menjadi balon penuh warna,
lalu pecah
ketika tajam kata-katamu menyentuh dengan sengaja.
Di balik dadaku, kau pecah jadi seribu.
Kadang meleleh jadi tangis rindu,
di lain hari menghujam bagai sembilu.
Meski meluluhkan hatimu adalah sekeras memecah batu,
seperti belajar dari air,
cintaku akan terus menetes di hatimu.
Tangkupkan tanganmu pada getir sajakku,
dan kau akan tahu kenapa aku setia merawat kepedihanku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar